Kamis, 17 November 2011

Peraturan Dan Regulasi

UU No . 36 Telekomunikasi

Di era globlalisasi ini, perkembangan teknologi tidakbisan terlepas dari perkembangan telekomunikasi. Telekominikasi saat ini dapat dikatakan sebagai unsur primer didalam kehidupan manusia, seperti contoh dapat kita manfaatkan telekomunikasi untuk mendapaatkan informasi-informasi yang kita butuhkan secara lengkap. Kemudahan dalam pengaksesan membuat telekomunikasi sering disalah gunakan atau pemakaian yang tidak tepat. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan UU No. 36 mengenai TELEKOMUNIKASI yang isinya meliputi azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi dan ketentuan pidana. Didalam pasal ini juga memuat mengenai perlindungan nilai pribadi nara sumber dan pamakai informasi.

Saya akan menampilkan 1 kutipan dari pasal 1 UU No.36 yaitu :

Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

Jelas terkandung di dalam pasal 1 bahwa tidak hanya suara yang masuk dalam telekomunikasi tetapi banyak bentuk seperti gambar dan tulisan yang dapat dikatakan sebagai telekomunikasi. Telekomunikasi dapat dilakukan di berbagai media. Sarana dan prasarananya seperti pemancar radio, jaringan telekomunikasi, perangkat telekomunikasi, alat telekomunikasi, pengguna, penyelenggara telekomunikasi. sJadi segala bentuk pemancar baik pengirim maupun penerima melalui berbagai macam media adalah telekomunikasi.

Pasal 2

Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.

Telekomunikasi yang diselenggarakan mempunyai dasar hukum dan menjamin privasi para penggunanya. Selain itu adanya manfaat yang dapat diambil dari komunikasi di dalam telekomunikasi yang memiliki nilai. Seperti contoh, saat ini marak terjadi pencurian data penting melalui media internet yang dilakukan oleh hacker. Faktor keamanan menjadi faktor utama yang harus dilakukan di dalam telekomuniasi. Adanya security sistem pada saat melakukan telekomunikasi dapat meminimalisasi aksi pencurian data yang dapat dilakukan oleh hacker.

Pasal 3

Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

Dengan telekomunikasi setiap individu dapat melakukan komunikasi dengan individu lainnya yang tinggal di tempat yang jauh sehingga dapat mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, tidak hanya itu telekomunikasi juga mempererat hubungan antar bangsa. Dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Pasal 4

Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.

Penyelenggara telekomunikasi boleh dilakukan oleh pihak swasta tetapi dalam pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah juga wajib menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian secara menyeluruh dan terpadu terhadap peningkatan telekomunikasi yang terjadi di masyarakat.

Secara umum Undang-undang ini memberikan batasan-batasan kebebasan bagi pengguna telekomunikasi dan penyelenggara telekomunikasi untuk memberikan kenyaman dalam berkomunikasi bagi semua pihak. Pemerintah dan masyarakat dapat mengawasi kegiatan telekomunikasi dan jika ada yang melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut dapat dikenakan sangsi dan denda.(sumber : http://ree-thecharming.blogspot.com/2011/03/uu-no36-telekomunikasi.html)


Keterbatasan UU Dalam Mengatur TI



Maraknya perkembangan telekomunikasi di Indonesia memberikan dampak yang begitu besar dalam tatanan kenegaraan kini. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tentang Telekomunikasi pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa “Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda2, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya”.


Sehingga dari pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa media internet pun termasuk ke dalam alat komunikasi yang dimaksud. Segala macam bentuk penyalahgunaan dalam penggunaan alat telekomunikasi yang disebut dalam undang-undang telah diatur dalam beragam pasal sesuai dengan jenis penyalahgunaannya masing-masing. Pihak yang melakukan penyalahgunaan akan dijerat dengan hukum pindana dengan hukuman terberat 15 tahun penjara dan dengan sebesar 600 juta rupiah.


Oleh karena itu, menurut saya dengan ketentuan pidana yang begitu berat, membuat penggunaan teknologi dapat dibatasi agar tidak merugikan pihak lain. Tidak terdapat keterbatasan dalam Undang-Undang No 36 tentang telekomunikasi selama pihak yang menggunakan Undang-Undang mengerti dan memahami secara penuh isi dari UU tersebut. Sehingga tujuan awal dari UU untuk melindungi hak orang lain tidak berbalik merugikan.


sumber Undang-Undang : http://www.radioprssni.com/prssninew/internallink/legal/uu_telekomunikasi.htm


Implikasi Pemberlakuan RUU ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.

Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.

Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.

Kronologis perjalanan UU ITE:

Perjalanan UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU ITE menjadi sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari banyak pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa UU ITE ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di dunia yang hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan masalah dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law. Namun Bapak Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.

Beliau menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya proses pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki satu Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE dengan membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang lebih detail.

Latar belakang Indonesia Memerlukan UU ITE

Latar belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
1. Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat perkembangannya setiap tahun
2. Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)
3. Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
4. Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.
5. Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak.(sumber : http://ririnapridola.blog.upi.edu/2010/11/07/pengaruh-penerapan-uu-ite-terhadap-kegiatan-pemanfaatan-teknologi-informasi-dan-komunikasi/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar